Tari ini merupakan kreasi baru berbasis Melayu yang di ciptakan oleh Noerjajadi sekitar tahun 1970 - an. Tari ini menggambarkan gadis remaja yang meningkat dewasa, dilukiskan dalam gerakan-gerakan tarinya yang lembut, manja, merajuk, dan kadang dengan jiwa bergelora.
Tari ini mulai di tarikan oleh Team Eka Sangka Direktorat Pengembangan Kesenian Dirjen Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Repbulik Indonesia yang bertugas dari sekitar tahun 1968 s/d tahun 1979. Team ini baru saja mengadakan Reuni pada tanggal 18 Desember 2010 di Auditorium MNC Tower Kebon Sirih Jakarta.
BERITA TENTANG REUNI EKA SANGKA
Berita dari Harian Seputar Indonesia http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/370732/36/
Seni Tak Akan Pernah Mati
Sunday, 19 December 2010
SENIMAN Tim Eka Sangka berkumpul bersama mengenang kejayaan masa lalu.Mereka percaya,seni yang mereka kerjakan semasa Tim Kesenian Eka Sangka jaya tak akan pernah mati.
Suara pentatonis gamelan Bali terdengar dari dua sound system di sudut. Tiga penari masuk ke tengah- tengah panggung. Gerakan mereka cepat mengikuti suara gamelan yang rancak. Sesekali bola mata mereka bergerak ke kanan lalu ke kiri.Satu tangannya berada di depan dada, dengan telapak tangan menghadap ke depan. Meski usia mereka tak lagi muda, tapi gerakan mereka masih saja lincah, seolah terikat oleh irama pentatonis gamelan Bali yang diputar. Di deretan penonton,duduk paling depan,Ani Sampurno tampak tertegun. Sesekali dia menarik napas panjang. Sembari melihat tiga penari,yaitu Yos Bob Tutupoli,Usye Hakim, dan Truly Soebono Mantofani, menarikan tari puspa jali dari Bali di depan, mata Ani tampak berkaca.Bulir air mata pun menetes membasahi parasnya yang teduh dan keibuan.
“Saya terharu sampai saya tak sadar kalau air mata saya sudah menetes,” kata Ani Sampurno dengan terbata-bata. Bibirnya bergetar. Siang itu sekitar pukul 12.00 WIB, beberapa seniman dari Tim Kesenian Eka Sangka memang tengah berkumpul.Mereka bertemu untuk menjalin silaturahmi. Di Auditorium Menara MNC, Sabtu (18/12) siang itulah, kenangan masa lalu Ani Sampurno muncul kembali. Tiga orang penari Bali dengan tarian puspa jali itu telah melemparkan kenangan masa lalunya tentang Eka Sangka.Tentang kiprah suaminya (alm) Sampurno yang pernah menjadi pembina tim kesenian Eka Sangka hingga tumbuh besar di Indonesia, bahkan terkenal hingga seantero dunia.
“Di era itu, kiprah Eka Sangka sangat besar memajukan dunia kesenian di Indonesia.Tak hanya tampil di dalam negeri, tapi kita juga sering pentas di luar negeri,”ujar Ani Sampurno. Eka Sangka sendiri adalah sebuah tim kesenian yang kala itu didirikan di bawah Direktorat Pengembangan Kesenian Departemen P & K (kini berada di bawah Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata) oleh asuhan almarhum Sampurno SH. Akhir tahun 70-an, Sampurno yang saat itu masih menjabat sebagai Direktur di Direktorat Pengembangan Kesenian Departemen P&K mendirikan tim kesenian Eka Sangka ini.
Sejak awal didirikan,Tim Kesenian Eka Sangka ini tak hanya fokus pada satu bidang kesenian.Semua bidang kesenian mereka lakoni. Mulai menari, seni musik tradisional, hingga nyanyian.Namun, seni tari dan musik tradisional yang tumbuh besar dan mengalami masa keemasannya. Kiprah mereka tak hanya di dalam negeri, tetapi sudah sampai ke belahan dunia lainnya.Tim ini pernah menjadi duta Indonesia selama Expo 1970 di Jepang. Selama lebih dari 10 tahun mereka mengisi panggung-panggung pertunjukan. Hingga 1979 mereka terus mengisi acara di berbagai belahan dunia.
Tim kesenian ini juga menjadi langganan sebagai penari di Istana Kepresidenan di zamannya. Namun selepas 1979, ketika almarhum Sampurno menjabat sebagai Kepala Rumah Tangga Kepresidenan Sekretariat Negara RI, perlahan tapi pasti Tim Eka Sangka di Direktorat Pengembangan Kesenian Departemen P & K mulai tak terurus.Hingga di awal 80-an, saat Sampurno menjabat sebagai General Manager Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Sampurno memboyong seluruh tim kesenian Eka Sangka ke TMII dan mengubahnya menjadi tim kesenian Pelangi Nusantara. Merekalah salah satu embrio berdirinya Pelangi Nusantara yang eksis hingga saat ini.
Saat ini, setelah 30 tahun mereka merasakan pahit-manis bersama tim Eka Sangka,mereka kembali merasakan bahwa di dalam diri mereka seni tidak mati. Seni tidak pernah luntur sehingga dalam reuni kali ini mereka ingin bernostalgia dan mengingat masa bahagia mereka sebagai penari dan pemain musik. “Dengan adanya temu kangen ini kami berharap bisa menjalin kembali tali silaturahmi antar sesama Tim Eka Sangka,” ujar koordinator temu kangen alumni Eka Sangka, Puncky Purdatiningrum kepada Seputar Indonesia kemarin. Puncky mengatakan,dari temu kangen ini Puncky berharap di masa datang ada generasi dari anak cucu mereka bisa meneruskan kesenian yang pernah ditampilkan.
Selama ini Puncky merasa dunia kesenian tak seperti dulu. Tari tradisi tak banyak ditayangkan di televisi. Media lebih kerap menyorot seni kontemporer dan nyaris tak ada ruang bagi seni tradisional, seperti masa kejayaan seni masa lalu.“Kita hanya bisa berharap ada ruang bagi kesenian asli Indonesia untuk menunjukkan eksistensinya,” ujar Puncky. Harapan itu mereka tunjukkan lewat dua tarian dari tim kesenian Eka Sangka, yakni tari puspa jali dan tari kipas. Semua penari adalah mereka-mereka yang dulunya menjadi penari di era 68 hingga 79 - an.
Mereka menari sekaligus berkumpul. Di antara deretan seniman yang hadir, siang itu ada Ani Sampurno, Usye Hakim,Tatiek Darsoyo (Mantan Dubes RI untuk Swiss),Anissa,Pungky B Rustanto, juga di undang, Retno Maruti, hingga Nungki Kusumastuti.Merekalah seniman seniman yang pernah tergabung dalam tim Kesenian Eka Sangka. Meski mereka hanya berkumpul dan mengenang masa lalu,tapi temu kangen yang mereka gelar kali ini tak semata-mata sebagai ajang silaturahmi belaka.Apa yang mereka tampilkan dalam temu kangen kali ini barangkali akan menjadi sebuah kenang-kenangan yang sangat berharga.
KLIK DISINI UNTUK MELIHAT FOTO-FOTO EKA SANGKA
Kenangan masa silam yang tersimpan hingga sekarang, bahkan slide foto-foto mereka selama menari pada era 70-an semakin menambah daya kenang mereka akan Eka Sangka. Sebuah peristiwa yang barangkali memang menjadi penegas bahwa seni, bagi mereka, tak akan pernah mati. (sofian dwi)
No comments:
Post a Comment